Setelah usai menyaksikan gugatan yang dilayangkan masyarakat pegunungan kendeng atas perizinan pendirian tambang yang dikeluarkan oleh Bupati Kabupaten Pati,putusan majlis Hakim PTUN Semarang juga sudah dibacakan klik > ( Putusan PTUN Semarang Tentang Gugatan Pabrik Semen Kabupaten Pati ), tiba-tiba saya kaget ada menteri meledakkan bom, arahnya dari Kementrian ESDM melemparkan bom ke Gedung parlemen Anggota DPR RI, tepatnya di ruang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), tapi ledakannya ada di Papua, dan merembet ke seluruh Nusantara, dahsyat sekali, maklum yang bikin bom Menteri ESDM Sudirman Said.
Warga Indonesia yang hobi kaget ini langsung latah, serangan paris, Isis, termasuk juga kedatangan Presiden dari G20 tak dihiraukan, semua latah dengan freeport, akhirnya ya gini jadilah Freeport trending topik yang bukan hangat lagi, bahkan jadi panas, saking panasnya biji-biji emas ikut meleh.
Hobi ane masih mirip seperti keliping berita, sambil belajar membaca, langsung saja ayo kita ke TKP. Berdirinya Freeport taklepas dari adanya CIA di Indonesia, bahkan diduga CIA juga terlibat dalan Gerakan 30 S PKI tahun 1965, KARENA PERUSAHAAN ASAL AS itu mengincar gunung emas yang ada di Papua, sungguh rencana investasi yang luar biasa.
Seperti dikutip dari Real History Archives dalam artikel yang berjudul JFK, Indonesia, CIA & Freeport Sulphur yang ditulis oleh Lisa Pease pada 1996 silam, Freeport yang diketahui telah mendominasi gunung emas Papua sejak 1967, ternyata kiprah Freeport di Tanah Air telah dimulai sejak tahun 1959 silam, ketika terjadi pergantian kekuasan di Kuba, Freeport yang semula bernama Freeport Sulphur tengah menghadapi masalah dan nyaris bangkrut. Sebab, pemimpin Kuba yang baru yaitu Fidel Castro menasionalisasikan seluruh perusahaan asing di negeri tersebut. Freeport Sulphur pun terkena imbasnya.
Di tengah situasi yang tidak pasti tersebut, pada Agustus 1959 Direktur Freeport Sulphur Forbes Wilson bertemu dengan Jan van Gruisen, managing director dari East Borneo Company yang merupakan perusahaan tambang di Kalimantan Timur. Gruisen menceritakan, dirinya baru menemukan laporan yang ditulis Jean Jacques Dozy mengenai sebuah gunung yang disebut "Ertsberg" atau Gunung Tembaga di Papua Nugini, Irian Barat. Laporan itu menyebutkan bahwa di wilayah tersebut terdapat gunung yang penuh bijih tembaga. Bahkan, kandungan bijih tembaga yang ada di sekujur tubuh Gunung Ertsberg terhampar di atas permukaan tanah, dan tidak tersembunyi di dalam tanah.
Wilson pun antusias dan langsung melakukan survei atas Gunung Ertsberg. Dalam surveinya, Wilson dibuat terkagum-kagum lantaran tidak hanya menemukan bijih tembaga di wilayah tersebut, namun ternyata Gunung Ertsberg juga dipenuhi bijih emas dan perak.
Freeport pun memutuskan untuk meneken kontrak eksplorasi dengan East Borneo Company pada 1 Februari 1960. Namun, nyatanya terjadi perubahan eskalasi politik di Indonesia, khususnya Irian Barat. Hubungan Indonesia dan Belanda pun kembali memanas, bahkan Soekarno (Presiden RI saat itu) justru menempatkan pasukan militernya di Irian Barat.
Perjanjian kerja sama antara East Borneo Company dan Freeport pun kembali mentah. Pemerintahan AS yang saat itu dikuasai John F Kennedy (JFK) justru membela Indonesia, dan mengancam akan menghentikan bantuan Marshall Plan kepada Belanda jika tetap ngotot mempertahankan Irian Barat.
Belanda yang saat itu membutuhkan bantuan untuk membangun kembali negaranya pasca kehancuran di Perang Dunia II, terpaksa hengkang dari Irian Barat.
Para petinggi Freeport pun geram, terlebih saat mendengar JFK justru menawarkan paket bantuan ekonomi kepada Indonesia sebesar USD 11 juta, dengan melibatkan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank.
Perbedaan pendapat publik di Senat AS bergolak, apakah terus membantu Indonesia sementara Partai Komunis di Indonesia tetap kuat. Kennedy pun tetap bertahan, dan dia menyetujui paket bantuan khusus untuk Indonesia pada 19 November 1963.
Tiga hari kemudian, Soekarno kehilangan sekutu terbaik di Barat. Kennedy mati terbunuh pada 22 November 1963, meninggalnya Kennedy diduga karena konflik yang ada di senat AS.
Beberapa sejarawan Indonesia juga mensinyalir adanya campur tangan CIA dalam pelengseran Sukarno, karena Sukarno sangat menolak investor asing menguasai tambang di Indonesia, dia yakin adanya Freeport akan merugikan Indonesia. "Jangan kita obral itu, setelah kita siap nanti baru kita kerjakan sendiri" kaya sukarno dalam beberapa pidatonya yang menyakut pertambangan.
Kebijakan luar negeri AS berubah cepat setelah kematian Kennedy. Presiden Johnson yang menggantikan Kennedy secara tiba-tiba membatalkan paket bantuan ekonomi untuk Indonesia yang telah disetujui Kennedy. Ternyata, salah seorang dibalik keberhasilan Johnson dalam kampanye pemilihan Presiden AS 1964 adalah Augustus C Long yang merupakan salah seorang direksi Freeport. Long juga menjadi pemimpin di Texas Company (Texaco) serta Caltex (joint venture dengan Standard Oil of California). Augustus C Long juga aktif di Presbysterian Hospital, New York yang merupakan salah satu simpul pertemuan tokoh CIA.
Selain itu, Long juga diyakini menjadi salah satu tokoh perancang kudeta terhadap Soekarno, yang dilakukan AS dengan menggerakkan sejumlah perwira Angkatan Darat (AD), termasuk Jenderal Soeharto (Presiden RI ke-2) yang disebutnya sebagai "our local army friend".
Dugaan keterlibatan Long dalam kudeta Soekarno muncul, lantaran Soekarno pada 1961 memutuskan kebijakan baru kontrak perminyakan yang mengharuskan 60% labanya diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Caltex, sebagai salah satu dari tiga operator perminyakan di Indonesia jelas sangat terpukul oleh kebijakan ini. Kudeta terhadap Soekarno pun benar-benar terjadi, dengan memelintir dan menyalahartikan Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) 1966 yang dibuat Soekarno.
Dalam Supersemar, Soekarno hanya memberi mandat untuk mengatasi keadaan negara yang kacau-balau kepada Soeharto, yang diartikan justru memerintahkan Soeharto menjadi Presiden RI.
Pasca lengsernya Soekarno dari tampuk kepemimpinan tertinggi di Indonesia, Ibnu Sutowo (Menteri Pertambangan dan Perminyakan saat itu) membuat perjanjian baru, yang memungkinkan perusahaan minyak untuk menjaga keuntungan lebih besar secara substansial untuk mereka.
Kemudian, dilakukanlah pengesahan atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA). Pada 7 April 1967, pemerintah Indonesia melakukan penandatanganan kontrak izin eksploitasi tambang di Irian Jaya dengan Freeport.
Dengan demikian, Freeport pun menjadi perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani Soeharto. Untuk membangun konstruksi pertambangan emasnya, Freeport pun menggandeng Bechtel, sebuah perusahaan di AS yang banyak mempekerjakan pentolan-pentolan CIA.
Pada 1980, Freeport juga menggandeng McMoran milik Jim Bob Moffet untuk bekerja sama dengannya mengeruk tanah Papua. Bob pun akhirnya menjadi Presiden Freeport McMoran.
Kontrak Freeport Indonesia pertama kali ditandatangani pada 1967 berdasarkan UU Nomor 11 tahun 1967 tentang ketentuan pertambangan. Pada 1991, terdapat pembaharuan kontrak karya baru yang berlaku untuk 30 tahun dengan opsi perpanjangan dua kali masing-masing 10 tahun. Kontrak karya yang diteken pada awal masa pemerintahan Presiden Soeharto itu diberikan kepada Freeport sebagai kontraktor eksklusif tambang Ertsberg di atas wilayah 10 km persegi. Pada 1989, pemerintah Indonesia kembali mengeluarkan izin eksplorasi tambahan untuk 61.000 hektar.
Pada 1991, penandatanganan kontrak karya baru dilakukan untuk masa berlaku 30 tahun berikut dua kali perpanjangan 10 tahun. Ini berarti kontrak karya Freeport baru akan habis tahun 2041. Sebelumnya, mantan Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo menegaskan, PT Freeport Indonesia baru bisa mengajukan perpanjangan kontrak tambang di Mimika, Papua, paling cepat pada 2019.
Setelah itu, ane ngerasa ngantuk, kopi juga udah serak diminum, tandanya udah tinggal ampas, sementara ane bikin kopi, agan kalo mau lanjut baca ini aja ya,,,
Menelisik Masuknya Freeport Sambil Ngopi, dari pada Ngopo mendingan ngopi > Selamat Membaca...!!!
Warga Indonesia yang hobi kaget ini langsung latah, serangan paris, Isis, termasuk juga kedatangan Presiden dari G20 tak dihiraukan, semua latah dengan freeport, akhirnya ya gini jadilah Freeport trending topik yang bukan hangat lagi, bahkan jadi panas, saking panasnya biji-biji emas ikut meleh.
Hobi ane masih mirip seperti keliping berita, sambil belajar membaca, langsung saja ayo kita ke TKP. Berdirinya Freeport taklepas dari adanya CIA di Indonesia, bahkan diduga CIA juga terlibat dalan Gerakan 30 S PKI tahun 1965, KARENA PERUSAHAAN ASAL AS itu mengincar gunung emas yang ada di Papua, sungguh rencana investasi yang luar biasa.
Seperti dikutip dari Real History Archives dalam artikel yang berjudul JFK, Indonesia, CIA & Freeport Sulphur yang ditulis oleh Lisa Pease pada 1996 silam, Freeport yang diketahui telah mendominasi gunung emas Papua sejak 1967, ternyata kiprah Freeport di Tanah Air telah dimulai sejak tahun 1959 silam, ketika terjadi pergantian kekuasan di Kuba, Freeport yang semula bernama Freeport Sulphur tengah menghadapi masalah dan nyaris bangkrut. Sebab, pemimpin Kuba yang baru yaitu Fidel Castro menasionalisasikan seluruh perusahaan asing di negeri tersebut. Freeport Sulphur pun terkena imbasnya.
Di tengah situasi yang tidak pasti tersebut, pada Agustus 1959 Direktur Freeport Sulphur Forbes Wilson bertemu dengan Jan van Gruisen, managing director dari East Borneo Company yang merupakan perusahaan tambang di Kalimantan Timur. Gruisen menceritakan, dirinya baru menemukan laporan yang ditulis Jean Jacques Dozy mengenai sebuah gunung yang disebut "Ertsberg" atau Gunung Tembaga di Papua Nugini, Irian Barat. Laporan itu menyebutkan bahwa di wilayah tersebut terdapat gunung yang penuh bijih tembaga. Bahkan, kandungan bijih tembaga yang ada di sekujur tubuh Gunung Ertsberg terhampar di atas permukaan tanah, dan tidak tersembunyi di dalam tanah.
Wilson pun antusias dan langsung melakukan survei atas Gunung Ertsberg. Dalam surveinya, Wilson dibuat terkagum-kagum lantaran tidak hanya menemukan bijih tembaga di wilayah tersebut, namun ternyata Gunung Ertsberg juga dipenuhi bijih emas dan perak.
Freeport pun memutuskan untuk meneken kontrak eksplorasi dengan East Borneo Company pada 1 Februari 1960. Namun, nyatanya terjadi perubahan eskalasi politik di Indonesia, khususnya Irian Barat. Hubungan Indonesia dan Belanda pun kembali memanas, bahkan Soekarno (Presiden RI saat itu) justru menempatkan pasukan militernya di Irian Barat.
Perjanjian kerja sama antara East Borneo Company dan Freeport pun kembali mentah. Pemerintahan AS yang saat itu dikuasai John F Kennedy (JFK) justru membela Indonesia, dan mengancam akan menghentikan bantuan Marshall Plan kepada Belanda jika tetap ngotot mempertahankan Irian Barat.
Belanda yang saat itu membutuhkan bantuan untuk membangun kembali negaranya pasca kehancuran di Perang Dunia II, terpaksa hengkang dari Irian Barat.
Para petinggi Freeport pun geram, terlebih saat mendengar JFK justru menawarkan paket bantuan ekonomi kepada Indonesia sebesar USD 11 juta, dengan melibatkan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank.
Perbedaan pendapat publik di Senat AS bergolak, apakah terus membantu Indonesia sementara Partai Komunis di Indonesia tetap kuat. Kennedy pun tetap bertahan, dan dia menyetujui paket bantuan khusus untuk Indonesia pada 19 November 1963.
Tiga hari kemudian, Soekarno kehilangan sekutu terbaik di Barat. Kennedy mati terbunuh pada 22 November 1963, meninggalnya Kennedy diduga karena konflik yang ada di senat AS.
Beberapa sejarawan Indonesia juga mensinyalir adanya campur tangan CIA dalam pelengseran Sukarno, karena Sukarno sangat menolak investor asing menguasai tambang di Indonesia, dia yakin adanya Freeport akan merugikan Indonesia. "Jangan kita obral itu, setelah kita siap nanti baru kita kerjakan sendiri" kaya sukarno dalam beberapa pidatonya yang menyakut pertambangan.
Kebijakan luar negeri AS berubah cepat setelah kematian Kennedy. Presiden Johnson yang menggantikan Kennedy secara tiba-tiba membatalkan paket bantuan ekonomi untuk Indonesia yang telah disetujui Kennedy. Ternyata, salah seorang dibalik keberhasilan Johnson dalam kampanye pemilihan Presiden AS 1964 adalah Augustus C Long yang merupakan salah seorang direksi Freeport. Long juga menjadi pemimpin di Texas Company (Texaco) serta Caltex (joint venture dengan Standard Oil of California). Augustus C Long juga aktif di Presbysterian Hospital, New York yang merupakan salah satu simpul pertemuan tokoh CIA.
Selain itu, Long juga diyakini menjadi salah satu tokoh perancang kudeta terhadap Soekarno, yang dilakukan AS dengan menggerakkan sejumlah perwira Angkatan Darat (AD), termasuk Jenderal Soeharto (Presiden RI ke-2) yang disebutnya sebagai "our local army friend".
Dugaan keterlibatan Long dalam kudeta Soekarno muncul, lantaran Soekarno pada 1961 memutuskan kebijakan baru kontrak perminyakan yang mengharuskan 60% labanya diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Caltex, sebagai salah satu dari tiga operator perminyakan di Indonesia jelas sangat terpukul oleh kebijakan ini. Kudeta terhadap Soekarno pun benar-benar terjadi, dengan memelintir dan menyalahartikan Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) 1966 yang dibuat Soekarno.
Dalam Supersemar, Soekarno hanya memberi mandat untuk mengatasi keadaan negara yang kacau-balau kepada Soeharto, yang diartikan justru memerintahkan Soeharto menjadi Presiden RI.
Pasca lengsernya Soekarno dari tampuk kepemimpinan tertinggi di Indonesia, Ibnu Sutowo (Menteri Pertambangan dan Perminyakan saat itu) membuat perjanjian baru, yang memungkinkan perusahaan minyak untuk menjaga keuntungan lebih besar secara substansial untuk mereka.
Kemudian, dilakukanlah pengesahan atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA). Pada 7 April 1967, pemerintah Indonesia melakukan penandatanganan kontrak izin eksploitasi tambang di Irian Jaya dengan Freeport.
Dengan demikian, Freeport pun menjadi perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani Soeharto. Untuk membangun konstruksi pertambangan emasnya, Freeport pun menggandeng Bechtel, sebuah perusahaan di AS yang banyak mempekerjakan pentolan-pentolan CIA.
Pada 1980, Freeport juga menggandeng McMoran milik Jim Bob Moffet untuk bekerja sama dengannya mengeruk tanah Papua. Bob pun akhirnya menjadi Presiden Freeport McMoran.
Kontrak Freeport Indonesia pertama kali ditandatangani pada 1967 berdasarkan UU Nomor 11 tahun 1967 tentang ketentuan pertambangan. Pada 1991, terdapat pembaharuan kontrak karya baru yang berlaku untuk 30 tahun dengan opsi perpanjangan dua kali masing-masing 10 tahun. Kontrak karya yang diteken pada awal masa pemerintahan Presiden Soeharto itu diberikan kepada Freeport sebagai kontraktor eksklusif tambang Ertsberg di atas wilayah 10 km persegi. Pada 1989, pemerintah Indonesia kembali mengeluarkan izin eksplorasi tambahan untuk 61.000 hektar.
Pada 1991, penandatanganan kontrak karya baru dilakukan untuk masa berlaku 30 tahun berikut dua kali perpanjangan 10 tahun. Ini berarti kontrak karya Freeport baru akan habis tahun 2041. Sebelumnya, mantan Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo menegaskan, PT Freeport Indonesia baru bisa mengajukan perpanjangan kontrak tambang di Mimika, Papua, paling cepat pada 2019.
Setelah itu, ane ngerasa ngantuk, kopi juga udah serak diminum, tandanya udah tinggal ampas, sementara ane bikin kopi, agan kalo mau lanjut baca ini aja ya,,,
Menelisik Masuknya Freeport Sambil Ngopi, dari pada Ngopo mendingan ngopi > Selamat Membaca...!!!
0 Menurut Anda:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung, silahkan berkomentar dengan sopan, semoga bermanfaat