Wednesday, January 18, 2017

Es Camelo

ES CAMELO Kreasi dan rasa ES CAMELO mampu mengundang selera bagi pecinta dan peminat ICE CREAM. Balutan rasanya dipadukan dari berbagai bahan yang aromatic. Kehadirannya mampu mengimbangi es-es lainnya yang telah dulu hadir. Aneka rasa yang variatif membuat ES CAMELO selangkah lebih depan dibandingkan para pesaingnya. Rasa-rasa tersebut :
Coklat
Vanilla
Strawberry
Soda gembira
Jeruk
Nangka
Kacang hijau
Durian
Nanas
Melon
Leci
Capucino

TERM OF SERVICES

Disclaimer - Term Of Services ( T O S )

Dengan mengunjungi website http://www.warkopjateng.blogspot.com/, berarti Anda setuju dengan ketentuan berikut ini:

1. Konten yang dimuat dalam website ini sebagai edukasi, informasi Jawa Tengah meliputi : Sejarah, Destinasi Wisata, Tempat-tempat Ngopi dan Nongkrong, juga obrolan yang sedang hangat diperbincangkan.

2. Informasi yang terkadung di website ini tidak memuat unsur yang berpotensi melanggar hukum dan Warkop Jateng tidak bekerjasama dengan pihak lain yang berkontribusi dalam hal perjudian, pornografi, SARA dan hal apapun yang berpotensi melanggar hukum.

3. Kutip atau Copas dari posting ini wajib mencantumkan sumber berupa "permalink" atau "homepage" http://www.warkopjateng.blogspot.com/ atau Link Penulis.

4. Konten gambar yang dimuat oleh warkopjateng.blogspot.com adalah gambar bebas kirim dan dimodifikasi. Jika menemukan gambar yang memiliki copy right dan dimuat oleh wibesite ini tanpa ijin, mohon menghubungi kami melalui halaman kontak kami dengan senang hati kami akan menghapusnya.

5. Pengunjung setuju tidak melakukan tindakan yang mengganggu kenyamanan warkopjateng dan pembaca dengan meninggalkan SPAM.

6. Ketetntuan dapat berubah sesuai dengan kondisi yang ada, dan admin Warkop Jateng tidak bertanggung jawab atas kerugian yang dialami pembaca.

Pelanggaran Term Of Services ( T O S )

Jika terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh pengguna http://www.warkopjateng.blogspot.com, maka kami sebagai pemilik wibesite berhak melakukan berbagai tindakan yang memang diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Tuesday, September 6, 2016

Bukan Guru Yang Membuat Kita Tahu


"Kita tak bisa mengajari orang apa pun, kita hanya bisa membantu mereka menemukan seauatu di dalam diri mereka" - Galileo Galilei

Dengan Quote ini,  berti seorang tidak bisa mengajari apa pun, termasuk seorang guru, beliau hanya membantu kita menemukan sesuatu kelebihan dan kekurangan yang kita miliki. Bakat misalnya, atau kemampuan dan kreatifitas lain yang kita temukan dalam proses pembelajaran. Sebab sepandai apa pun guru, ilmunya tidak bisa serta-merta menular masuk dalam diri kita. Kalo memang semacam itu adanya, betapa pentingnya petunjuk untuk menemukan sesuatu dalam diri. 

Saking pentingnya, Sayyidina Ali Bin Abu Thalib Karomallahu Wajhah mengungkapkan "Ana 'abdu man 'allamani wa law harfan", aku adalah hamba guruku meski hanya mengajarku satu huruf.
 
Sebuah pengakuan sekaligus penghormatan dari seorang murid terhadap gurunya. Beliau Sayyidina Ali adalah orang yang didaulat nabi Muhammad SAW sebagai Pintunya Ilmu, betapa besar rasa ta'dzim dan tawaddu' Ali bin Abu Thalib terhadap gurunya hingga beliau menyatakan diri sebagai hamba yang segala jiwa dan raganya siap dikhidmatkan kepada gurunya. Bukan hanya itu, setiap orang, siapapun saja yang telah mengajarkan ilmu meski satu huruf, maka ia diposisikan sebagai guru untuk selamanya.
 
Meski cuma membantu menunjukkan, tentunya hal itu sangat penting, dengan begitu akan tumbuh rasa ta'dzim yang lalu kita teruskan dengan mendoakan mereka supaya Allah selalu melindungi dan membalas segala kebajikan mereka dengan pahala dan kemuliaan dunia-akhirat.  Terima Kasih, semua guruku. Akulah hamba yang sering melupakan nasibmu. Maafkan aku, Guru, Lahumul fatihah

Monday, September 5, 2016

Kerajaan Jawa sebelum Perang Jawa (1825-1830)


Tanah-tanah yang berada di pinggir Kebupatian Kendal, Kebupatian Batang dan Kebupatian Pekalongan pasca Palihan Nagari 1755, yang merupakan milik Kerajaan Jawa sebelum Perang Jawa (1825-1830), yang merupakan bagian dari daerah Mancanegara Kulon (Barat)....Yaitu Seloo (Selokaton? Selosabrang?), Soerokonto (Surokonto), Tanpoeran (Tempuran), Tersonno-Limpoeng (Tersono-Limpung); Kalie Salak (Kali salak), Wonno Bodro (Wono Bodro).

Setelah Perang Jawa berakhir tanah-tanah yang tadinya milik kerajaan Jawa ini, kemudian menjadi bagian dari wilayah Gubernemen (pemerintah Hindia Belanda); sebagai daerah yang dikuasai langsung; yang dibagi-bagi (baca; ditata) dan dimasukkan ke dalam wilayah tiga kebupatian atau Kabupaten Pesisir; yaitu kebupatian Kendal, kebupatian Batang dan kebupatian Pekalongan.
Bekas penataan di jaman kolonial itu bertahan hingga sekarang.

JEJAK LELUHUR GUS DUR DI KENDAL: SING KALLAN, PARAAN dan GUNUNG KOEKOELAN


Di wilayah kebupatian/kabupaten Kendal ada "enclave" yang merupakan/masuk wilayah kebupatian Batang, yaitu desa SING KALLAN (saat ini; Gemuh Singkalan), jadi sebuah desa yang merupakan milik/bagian dari kebupatian Batang, tapi berada di tengah-tengah kabupaten Kendal. Bersama dengan Curug Sewu dan Sojomerto, Sing Kallan merupakan wilayah kebupatian Batang.
"SING KALLAN" atau saat ini disebut dusun Gemuh Singkalan berada di sebelah timur Gunung KOEKOELAN, (Gunung Kukulan, masuk wilayah kebupatian kendal), tepatnya sebelah utara (bawah) dusun Pakeman...Gunung Kukulan adalah tempat yang memiliki nilai sejarah khusus, karena Pangeran Abinowo/Bernawa (leluhur Gus Dur) pernah menyepi (khalwat) disitu...
Di peta yang dibuat pada awal abad ke-19 ini, KOEKOELAN mendapatkan tempat khusus, menandakan bahwa ia memiliki makna yang khusus...Tidak jauh dari Koekoelan, tepatnya di sebelah utaranya, juga ada nama PARAAN, sebuah tempat di mana Bernawa pernah tinggal...Nama Paraan ini pernah diidentifikasi secara keliru oleh H.J. de Graaf, sejarawan besar Belanda yang banyak menulis sejarah Jawa...de Graaf menulis Paraan tempat tinggal Bernawa itu adalah Parakan di Temanggung...Seandainya de Graaf mendapati peta ini dan memeriksanya, pasti ia tidak salah mengidentifikasi. Sumardi Arahbani

Sunday, August 28, 2016

AWAS...!!! "Kere Munggah Bale" unen-unen wong jowo yang hari ini disalah tafsirkan


Istilah "Kere Munggah Bale" merupakan ungkapan lama yang didengungkan sejak zaman Kerajaan Mataram oleh walisongo. Sebenarnya wilayah yang disebut Nusantara itu satu-satunya wilayah yang paling unik, tidak ada di wilayah ini suatu daerah yang dinamakan gurun pasir, tandus dan gersang, semuanya hutan yang hijau, hamparan rumput dan alang-alang yang subur makmur, itulah mengapa dalam kamus bahasa jawa tidak mengenal istilah "Fakir dan Miskin", itu merupakan bahasa serapan yang dibawa oleh orang arab ke jawa. Begitu juga halnya dengan "Madhorot" yang merupakan bahasa yang dibawa orang-orang Persia, juga berasal dari bahasa arab, orang jawa sulit mengucapnya jadilah kalimat melarat.

Dalam catatan sejarah, Nusantara tidak pernah kekurangan pangan, bahkan tradisi kita membagi makanan, selametan, Barikan, dan lain sebagainya. itulah sebabnya Kerajaan-kerajan di Nusantara tidak pernah membuat sebuah program untuk mensejahterakan rakyatnya, karena memang rakyat Nusantara tidak pernah kekurangan pangan, dari yang cukup untuk dimakan sampai yang berlebih.

Ada satu tokoh dalam pewayangan jawa yang bernama "Kere", identik dengan kemiskinan, kekurangan pangan, tidak punya rumah, hidupnya susah, Siapa orang bernama KERE ini?

Kere adalah anak dari Togok, Togok adalah tokoh seberang, jadi yang "Kere" itu pasti orang asing yang masuk ke Nusantara. Walisongo membuat unen-unen semacam itu menjadi sebuah prinsip untuk menjaga orang jawa pribumi agar unggul dibanding dengan pendatang, tidak ada kesempatan bagi orang asing untuk menduduki posisi strategis di Nusantara, bahkan yang harus menjadi pejabat, pemimpin, pengajar agama adalah orang pribumi jawa, pendatang dalam hal ini orang luar yang bertujuan berdagang, penjelajah, bahkan penjajah sekalipun diposisikan sebagai strata lebih rendah dari pribumi jawa, hal ini juga merpakan bentuk penolakan dan perlawanan pribumi terhadap orang asing.

lha sekarang malah dibalik, "Awas, Kere munggah Bale" diucapkan pada sesama pribumi Nusantara. Kemana solideritas sesama pribumi Nusantara yang dikembangkan Walisongo?

*Hasil Refleksi Ngaji Sejarah Bersama KH. Agus Sunyoto,



Friday, August 26, 2016

1919: WADOEK KEDOENGSOEREN DAN TATA RUANG PERTANIAN KALIWOENGE YANG GAGAL.



Ternyata pemerintah Kolonial Hindia Belanda pernah membuat rencana pembangunan wadoek Kedoengsoeren. Waduk ini membendung dua aliran sungai; yaitu kali Blorong dan kali Glagah. Kedua sungai ini memiliki hulu di gunung Ungaran. Sebuah kajian yang dilakukan dinas pekerjaan umum di jaman penjajahan itu, di antara lain berisi rencana desain fisik wadoek Kedoengsoeren; panjang bendungan 500 sampai 600 meter. Mampu menampung 40 juta kubik air. Kajian juga meliputi kondisi geologi, serta potensi sumber material untuk mendukung pelaksanaan proses pembangunan yang tersedia di desa-desa sekitarnya: seperti Ngadipiro dan Dadapan . 

Seandainya waduk itu jadi dibangun; kemungkinan akan ada saluran irigasi teknis yang menembus perbukitan Darupono ke kawasan atas Kaliwungu. Maka daerah Kaliwungu atas akan menjadi kawasan pertanian yang memiliki jaringan irigasi yang bagus. Protomulyo, Magelung, Sumur, Nolokerto akan menjadi daerah pertanian dengan irigasi teknis yang mengikuti kontur alam perbukitan.

Sayang waduk Kedoengsuren itu tidak jadi dibangun. Pemerintah Kolonial hanya mampu membangun bendung kecil: bendung Kedoengpengilon yang terletak kurang lebih 1,5 km di bawahnya. Sebuah bendung yang hanya menyalurkan aliran air ke sawah-sawah di daerah Brangsong dan sebagian Kaliwungu bagian bawah.

Mengapa waduk Kedoengsuren gagal dibangun?. Dengan membandingkan sumber sejarah yang lain, bisa diduga karena munculnya jaman Malaise, akibat krisis keuangan dunia tahun 1929. Rencana itu akhirnya tidak terwujud hingga pemerintah Hindia Belanda bubar.

Berikut adalah sebuah informasi tentang rencana waduk Kedoengsuren, dalam sebuah buku yang terbit tahun 1919.